Beritaly.com – Menjelang bulan Ramadan yang tinggal menghitung hari, berbagai pertanyaan seputar puasa mulai muncul di kalangan umat Islam.

Salah satu isu yang kerap menjadi perdebatan adalah apakah muntah dapat membatalkan puasa.

Pertanyaan ini tidak hanya relevan bagi mereka yang sedang belajar menjalankan ibadah puasa, tetapi juga bagi yang memiliki kondisi kesehatan tertentu.

Muntah dan Puasa: Apa Kata Hukum Islam?

Dalam ajaran Islam, puasa Ramadan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang telah baligh, berakal sehat, dan mampu secara fisik.

Puasa diartikan sebagai menahan diri dari makan, minum, dan segala hal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari.

Namun, bagaimana jika seseorang muntah saat berpuasa? Apakah hal ini otomatis membatalkan ibadahnya?

Menurut pandangan mayoritas ulama, muntah tidak serta-merta membatalkan puasa, tergantung pada kondisi dan penyebabnya.

Dalam sebuah hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang muntah tanpa sengaja ketika sedang berpuasa, maka puasanya tetap sah dan tidak wajib menggantinya. Namun, barang siapa yang sengaja memuntahkan isi perutnya, maka wajib baginya mengqadha puasa tersebut.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Hadis ini menjadi landasan utama dalam menentukan hukum muntah saat puasa.

Muntah Tanpa Sengaja: Puasa Tetap Sah

Berdasarkan hadis tersebut, muntah yang terjadi secara tidak sengaja, misalnya karena mual, masuk angin, atau gangguan pencernaan tidak membatalkan puasa.

Ulama dari mazhab Syafi’i, yang banyak dianut oleh masyarakat Indonesia, sepakat bahwa puasa tetap sah selama muntah itu bukan atas kehendak atau usaha individu.

Contohnya, seseorang yang tiba-tiba merasa mual akibat bau tertentu atau kondisi kesehatan seperti morning sickness pada ibu hamil, tidak perlu khawatir puasanya batal.

Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, seorang ulama terkemuka dari Saudi Arabia, pernah menjelaskan bahwa muntah tanpa sengaja tidak termasuk dalam kategori hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, atau hubungan suami-istri.

“Muntah yang tidak disengaja adalah sesuatu yang di luar kendali manusia, sehingga tidak ada dosa atau konsekuensi membatalkan puasa,” ujarnya dalam salah satu fatwanya.

Muntah Disengaja: Wajib Qadha

Sebaliknya, jika seseorang dengan sengaja memicu muntah, hukumnya berbeda.

Misalnya, memasukkan jari ke tenggorokan atau mengonsumsi sesuatu yang diketahui dapat memicu muntah dengan tujuan mengeluarkan isi perut, maka puasa dianggap batal.

Dalam kasus ini, orang tersebut wajib mengqadha atau mengganti puasa di hari lain setelah Ramadan berakhir.

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang membedakan antara muntah sengaja dan tidak sengaja.

Mazhab Hanafi dan Maliki juga memiliki pandangan serupa, meskipun ada sedikit perbedaan dalam penafsiran.

Menurut mazhab Hanafi, muntah yang disengaja membatalkan puasa hanya jika jumlahnya banyak dan disertai kesengajaan penuh.

Namun, dalam praktiknya, umat Islam di Indonesia lebih sering merujuk pada mazhab Syafi’i yang lebih lugas dalam hal ini.

Bagaimana Jika Muntahan Kembali ke Perut?

Ada pula pertanyaan lanjutan: bagaimana jika muntahan sempat keluar, lalu tertelan kembali tanpa sengaja?

Menurut penjelasan ulama Syafi’i, jika muntahan itu kembali ke perut tanpa disengaja misalnya karena refleks menelan, puasa tetap sah.

Namun, jika seseorang dengan sengaja menelan kembali muntahan tersebut, maka puasanya batal karena dianggap memasukkan sesuatu ke dalam tubuh secara sadar.

Secara ringkas, muntah tidak membatalkan puasa jika terjadi tanpa sengaja, tetapi membatalkan puasa jika dilakukan dengan sengaja, sehingga wajib qadha.

Hukum ini telah disepakati oleh mayoritas ulama berdasarkan Al-Qur’an dan hadis.

Bagi umat Islam yang ingin menjalankan puasa dengan tenang, memahami ketentuan ini dapat menghilangkan keraguan dan meningkatkan kekhusyukan ibadah.

Semoga penjelasan ini bermanfaat bagi pembaca yang tengah mempersiapkan diri menyambut bulan suci Ramadan.***