Jakarta, 4 Maret 2025 – Pekan ini, media sosial diramaikan oleh unggahan viral yang mempertanyakan keaslian emas produksi PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Sebuah cuitan di platform X memicu kepanikan, mengimbau masyarakat untuk memeriksa emas Antam mereka karena dugaan pemalsuan 109 ton emas antara 2010 hingga 2021. Di tengah kekhawatiran publik, PT Antam akhirnya angkat bicara, menegaskan bahwa tuduhan emas palsu adalah keliru. Namun, di balik klarifikasi itu, cerita seorang investor kecil bernama Rina menjadi cerminan betapa isu ini mengguncang kepercayaan masyarakat.
Rina, seorang ibu rumah tangga dari Bekasi, masih ingat hari ketika ia membeli emas Antam pertamanya dua tahun lalu. “Saya tabung pelan-pelan buat masa depan anak. Dengar kabar ini, jantungan rasanya,” ujarnya sambil memegang sertifikat emas 5 gram yang ia simpan rapi. Seperti Rina, ribuan investor emas kini bertanya-tanya: benarkah aset mereka terancam?
Konteks dan Fakta di Balik Kabar
Isu ini bermula dari penyelidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) atas kasus dugaan korupsi yang melibatkan 109 ton emas pada kurun waktu 2010-2021. Enam mantan General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia Antam ditetapkan sebagai tersangka karena diduga mencetak emas swasta secara ilegal dengan cap Antam. Unggahan di X yang viral menyebut emas itu “palsu,” memicu spekulasi liar hingga keresahan di kalangan pemilik emas.
Namun, PT Antam buru-baja memberikan klarifikasi. Dalam pernyataan resmi pada Rabu (5/3/2025), Direktur Utama Antam, Nico Kanter, menegaskan bahwa tidak ada emas palsu yang diproduksi perusahaan. “Emas yang kami proses melalui sertifikasi ketat oleh London Bullion Market Association (LBMA). Yang terjadi adalah penggunaan cap Antam pada emas ilegal, bukan pemalsuan emas itu sendiri,” jelas Nico dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR. Ia menambahkan bahwa semua emas bermerek Logam Mulia Antam yang resmi beredar di masyarakat terjamin keasliannya.
Kejagung turut mendukung pernyataan ini. Kepala Pusat Penerangan Hukum, Ketut Sumedana, menjelaskan bahwa emas 109 ton tersebut asli, tetapi diperoleh dari sumber ilegal seperti penambang liar atau impor tanpa izin, lalu distempel Antam tanpa prosedur resmi. Kasus ini, kata Ketut, lebih kepada penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara, bukan produksi emas palsu.
Latar belakang kasus ini tak lepas dari maraknya praktik pencucian emas ilegal di Indonesia. Antam, sebagai satu-satunya produsen emas bersertifikat LBMA di Tanah Air, sering menjadi target penyalahgunaan merek. Dalam rentang 2010-2021, oknum memanfaatkan celah dengan melebur emas ilegal dan menempelkan cap Antam untuk meningkatkan nilai jual—tanpa biaya lisensi yang seharusnya dibayar ke perusahaan.
Dampak dan Langkah ke Depan
Bagi Rina dan jutaan investor lainnya, klarifikasi ini membawa angin segar. “Saya lega, tapi tetap was-was. Harus lebih hati-hati beli emas ke depannya,” ungkapnya. Antam pun bergerak cepat meredam keresahan. Melalui saluran komunikasi seperti WhatsApp ALMIRA (0811-1002-002) dan Call Center (0804-1-888-888), perusahaan mengajak pelanggan memverifikasi keaslian produk mereka.
Di sisi lain, kasus ini menjadi tamparan bagi tata kelola industri emas nasional. Nico Kanter menegaskan bahwa Antam telah memperketat proses produksi sejak 2021 untuk mencegah kejadian serupa. “Kami berkomitmen menjaga kepercayaan publik. Ini pelajaran berharga,” tambahnya.
Sementara penyelidikan Kejagung terus bergulir, publik diajak untuk tak terpancing hoaks. Emas Antam, yang selama ini jadi andalan investasi, ternyata tetap bertahta sebagai logam mulia terpercaya—meski bayang-bayang oknum sempat mengusik. Bagi Rina, dan mungkin Anda, kisah ini adalah pengingat: di balik setiap gram emas, ada cerita kepercayaan yang harus dijaga bersama.