Bekasi, 8 Maret 2025 – Banjir yang melanda Bekasi sejak awal Maret menguji ketangguhan warga dan pemerintah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kini mengerahkan segala upaya, dari pompa air hingga operasi modifikasi cuaca (OMC), untuk mempercepat penanganan darurat di wilayah yang terendam hingga tiga meter ini.
Di Perumahan Sahara Indah Permai 3, Desa Satria Jaya, Tambun Utara, Linda Sari (38) hanya bisa menatap nanar rumahnya yang kini berenang dalam air cokelat. “Selasa malam itu air tiba-tiba masuk, anak-anak menangis ketakutan,” kenangnya saat ditemui tim evakuasi BNPB, Jumat (7/3/2025).
Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, langsung turun tangan meninjau lokasi. Ia memastikan pompa air dikerahkan untuk menyedot genangan di permukiman yang lebih rendah dari jalan utama.
“Wilayah ini sulit kering tanpa bantuan pompa,” ujar Suharyanto dalam keterangannya kepada Antara. Ia menambahkan, upaya ini menjadi solusi cepat bagi warga yang terjebak banjir berhari-hari.
Latar Belakang dan Respons Darurat
Banjir di Bekasi dipicu hujan deras yang mengguyur kawasan Jabodetabek sejak 2 Maret, ditambah luapan sungai dari hulu seperti Cikeas dan Cileungsi. Data BNPB mencatat, hingga Jumat malam, lebih dari 61.000 jiwa di 18 desa terdampak, dengan ratusan keluarga mengungsi ke posko darurat.
Suharyanto menjelaskan, penyedotan air dilakukan karena sistem drainase lokal tak mampu menampung volume air yang luar biasa. “Kami bawa pompa besar untuk mempercepat proses,” katanya saat mengecek operasi di lapangan.
Selain pompa, BNPB juga mengandalkan teknologi OMC yang dimulai 4 Maret. Operasi ini, yang melibatkan penyemaian awan dengan natrium klorida, berhasil mengurangi curah hujan di beberapa titik.
“Meski tak bisa hentikan hujan total, OMC membantu redam intensitasnya,” ungkap Suharyanto. Ia menyebut operasi terpadu berikutnya dijadwalkan pada 10-20 Maret untuk antisipasi hujan lebat susulan.
Latar belakang banjir ini tak lepas dari prediksi BMKG yang memperingatkan potensi cuaca ekstrem hingga pertengahan Maret. Faktor topografi Bekasi, yang menjadi cekungan aliran sungai dari Bogor, memperparah kondisi.
Pemerintah pusat pun tak tinggal diam. Menteri Sosial Saifullah Yusuf dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming turut meninjau pengungsian di Jatiasih, memastikan logistik seperti makanan dan selimut tersedia.
Dampak dan Harapan Warga
Di tengah genangan, warga seperti Linda berjuang menyelamatkan harta benda. “Kami hanya bisa angkat barang ke tempat tinggi, sisanya pasrah,” tuturnya sembari membantu tetangga membersihkan lumpur.
Evakuasi terus berlangsung dengan perahu karet, terutama di wilayah terparah seperti Jatiasih dan Pondok Gede. Sebanyak 297 keluarga kini bertahan di gudang logistik BNPB Jatirasa, berharap air segera surut.
Suharyanto mengimbau warga meningkatkan kewaspadaan, termasuk mematikan listrik saat banjir. “Ini untuk cegah korsleting yang bisa fatal,” tegasnya di hadapan para pengungsi.
Bagi Linda dan ribuan warga lainnya, banjir ini adalah pengulangan mimpi buruk tahunan. Namun, kehadiran tim BNPB dengan peralatan modern memberi secercah harapan di tengah duka.
Upaya jangka pendek ini, kata Suharyanto, akan dilanjutkan dengan mitigasi permanen seperti perbaikan drainase dan tanggul. “Kami tak ingin banjir jadi langganan,” janjinya kepada warga yang menanti kepastian.
Langkah ke Depan
Malam itu, di bawah lampu darurat posko pengungsian, Linda menatap anak-anaknya yang tertidur di atas matras sumbangan. “Semoga besok air mulai surut, kami bisa pulang,” harapnya lirih.
BNPB kini menjadi tumpuan warga Bekasi untuk keluar dari krisis ini. Dengan pompa yang terus berdengung dan langit yang diharapkan lebih bersahabat berkat OMC, langkah kecil menuju pemulihan telah dimulai.
Di tengah tantangan cuaca dan alam, kisah ketangguhan warga dan respons cepat pemerintah menjadi catatan penting. Bekasi, meski terendam, belum menyerah—dan bantuan terus mengalir untuk membuktikan itu.