Jakarta, 9 Maret 2025 – Langit Indonesia akan segera kedatangan pemain baru di industri penerbangan komersial. Indonesia Airlines (INA), maskapai yang didirikan oleh perusahaan Singapura, Calypte Holding Pte. Ltd., resmi mengumumkan kesiapannya untuk mengudara dengan fokus eksklusif pada rute internasional dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.

Pendirian INA diumumkan pada Sabtu (8/3/2025), menandai langkah ambisius untuk menghubungkan Indonesia dengan dunia. Dengan mengusung misi memperkenalkan keramahan Indonesia melalui layanan penerbangan, maskapai ini menargetkan pelancong global yang ingin menjelajahi destinasi di luar negeri.

Ambisi Besar di Tengah Pasar yang Kompetitif
INA memulai operasinya dengan armada awal sebanyak 20 pesawat, termasuk Airbus A321 Neo dan A350-900 yang dikenal canggih dan hemat bahan bakar.

Armada ini akan berbasis di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, pusat penerbangan tersibuk di Indonesia, yang menangani lebih dari 60 juta penumpang setiap tahunnya. Calypte Holding, perusahaan di balik INA, merupakan entitas yang berpengalaman di sektor aviasi global, meski detail operasinya di Singapura masih minim diungkap ke publik.

Keputusan INA untuk hanya melayani rute internasional membedakannya dari maskapai lokal seperti Garuda Indonesia atau Lion Air yang juga fokus pada pasar domestik.

Ini menjadi strategi berani mengingat pasar penerbangan domestik Indonesia sedang tumbuh pesat, didorong oleh meningkatnya kelas menengah dan kebutuhan konektivitas antarpulau. Data dari Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional (IATA) memprediksi Indonesia akan menjadi pasar penerbangan terbesar keempat dunia pada 2036, dengan potensi 355 juta penumpang per tahun.

Namun, INA tampaknya ingin memanfaatkan peluang lain: meningkatnya minat wisatawan mancanegara dan pelancong bisnis yang membutuhkan layanan premium ke luar negeri.

“Indonesia Airlines hadir untuk membawa wajah Indonesia ke dunia dengan standar layanan internasional,” ujar perwakilan INA dalam keterangan resminya, meski belum merinci destinasi awal yang akan dilayani.

Latar Belakang dan Tantangan Industri Penerbangan
Kehadiran INA menambah daftar maskapai yang beroperasi di Indonesia, negara yang memiliki lebih dari 60 maskapai berjadwal dan tidak berjadwal hingga 2025.

Industri aviasi lokal telah berkembang pesat sejak deregulasi penerbangan pada 2000, namun juga diwarnai tantangan seperti persaingan ketat dan fluktuasi harga bahan bakar. Pandemi COVID-19 sempat melumpuhkan sektor ini, tetapi pemulihan telah terlihat sejak 2023, dengan jumlah penumpang domestik mencapai 80 persen dari level pra-pandemi, menurut Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA).

Meski berbasis di Indonesia, kepemilikan INA oleh perusahaan Singapura memunculkan pertanyaan tentang bagaimana maskapai ini akan bersaing dengan raksasa regional seperti Singapore Airlines.

Kebijakan proteksionis Indonesia yang membatasi operasi maskapai asing di rute domestik tampaknya menjadi alasan INA memilih fokus internasional, sebuah celah yang juga dimanfaatkan maskapai seperti Indonesia AirAsia, yang merupakan cabang dari AirAsia Malaysia.

Di sisi lain, INA harus membuktikan diri di tengah ekspektasi tinggi akan layanan dan keandalan, terutama mengingat reputasi aviasi Indonesia yang pernah tercoreng oleh sejumlah insiden keselamatan di masa lalu.

Langkah INA juga datang di saat pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan pariwisata internasional pasca-pandemi, dengan target 14 juta kunjungan wisatawan asing pada 2025.

Harapan dan Langkah ke Depan
Bagi masyarakat, kehadiran INA menawarkan harapan akan lebih banyak pilihan penerbangan internasional dengan harga kompetitif.

“Semoga ada rute ke Eropa atau Amerika dengan tarif terjangkau,” ujar Rina, seorang pekerja kantoran di Jakarta yang kerap bepergian ke luar negeri. Meski jadwal penerbangan perdana belum diumumkan, INA telah mengantongi izin operasi udara (AOC), langkah krusial sebelum lepas landas.

Di tengah persaingan sengit dan dinamika industri, INA membawa janji baru: memperluas jangkauan Indonesia ke kancah global.

Apakah maskapai ini mampu terbang tinggi dan membawa nama baik Indonesia, atau justru tersandung di awal perjalanan, hanya waktu yang akan menjawab.