Purwakarta – Warga Desa Cisarua, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, dikejutkan oleh bencana tanah bergerak yang terjadi pada Senin malam, 10 Maret 2025.

Kejadian ini menyebabkan kerusakan parah pada sejumlah bangunan, termasuk empat rumah warga dan sebuah masjid yang menjadi pusat ibadah masyarakat setempat.

Bencana tersebut menambah daftar panjang tantangan lingkungan yang dihadapi wilayah perbukitan di Jawa Barat, khususnya saat memasuki musim hujan.

Berdasarkan informasi awal yang dihimpun dari laporan warga dan otoritas setempat, tanah bergerak terjadi sekitar pukul 22.00 WIB.

Hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut sejak sore hari diduga menjadi pemicu utama peristiwa ini.

Tanah yang labil di kawasan perbukitan Tegalwaru menjadi rentan longsor atau bergerak ketika intensitas curah hujan meningkat.

Akibatnya, struktur bangunan yang berdiri di atasnya tidak mampu bertahan dari tekanan pergeseran tanah.

Kepala Desa Cisarua, yang belum disebutkan namanya dalam laporan resmi, menyatakan bahwa bencana ini terjadi secara tiba-tiba.

“Kami tidak menyangka kejadiannya secepat ini. Hujan memang deras, tapi tanah bergerak langsung menghantam rumah dan masjid,” ujarnya kepada wartawan di lokasi kejadian.

Hingga saat ini, belum ada laporan korban jiwa, namun puluhan warga terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Kronologi dan Dampak Bencana

Menurut saksi mata, suara gemuruh terdengar sebelum tanah mulai bergerak. Beberapa menit kemudian, dinding rumah mulai retak, dan atap masjid roboh akibat tekanan tanah yang bergeser.

Empat rumah yang hancur mayoritas terbuat dari material sederhana, seperti bata dan kayu, yang tidak cukup kuat menahan guncangan.

Masjid desa, yang menjadi salah satu bangunan paling signifikan bagi komunitas, juga tidak luput dari kerusakan parah.

Bagian mihrab dan beberapa tiang penyangga dilaporkan ambruk, meninggalkan puing-puing berserakan.

Tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Purwakarta segera dikerahkan ke lokasi untuk melakukan asesmen dan evakuasi.

Petugas berhasil menyelamatkan barang-barang berharga milik warga yang masih bisa dijangkau.

Namun, akses menuju Desa Cisarua yang terletak di daerah perbukitan menyulitkan proses evakuasi, terutama karena kondisi jalan yang licin akibat hujan.

Data sementara dari BPBD menyebutkan bahwa setidaknya 20 kepala keluarga terdampak langsung oleh bencana ini.

Sebanyak 50 warga, termasuk anak-anak dan lansia, telah dievakuasi ke balai desa dan posko darurat yang didirikan di wilayah yang lebih stabil.

Pemerintah setempat juga tengah mendata kerugian material untuk menentukan langkah bantuan selanjutnya.

Latar Belakang Geografis dan Penyebab

Desa Cisarua di Kecamatan Tegalwaru dikenal sebagai wilayah agraris yang dikelilingi perbukitan hijau. Mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan pekebun.

Namun, kondisi geografisnya yang didominasi oleh tanah dengan kemiringan curam membuat kawasan ini rawan terhadap bencana alam, seperti longsor dan tanah bergerak, terutama saat musim hujan tiba.

Para ahli geologi menjelaskan bahwa tanah bergerak adalah fenomena di mana lapisan tanah atau batuan bergeser akibat kehilangan kekuatan penahan.

Faktor utamanya biasanya meliputi curah hujan tinggi, erosi, dan struktur tanah yang tidak stabil.

Di wilayah seperti Tegalwaru, deforestasi dan penggunaan lahan yang kurang terkontrol juga kerap memperparah risiko bencana.

“Hujan yang terus-menerus menyebabkan tanah jenuh air. Ketika daya tahan tanah melemah, pergeseran bisa terjadi kapan saja,” ungkap seorang ahli lingkungan dari Universitas Padjadjaran yang enggan disebutkan namanya.

Ia menambahkan bahwa edukasi kepada masyarakat tentang tata ruang dan mitigasi bencana perlu ditingkatkan untuk mencegah dampak yang lebih buruk di masa depan.***