Jakarta, 5 Maret 2025 – Dalam suasana senja yang hangat di Istana Kepresidenan Jakarta, Presiden Prabowo Subianto mengumpulkan para menteri, wakil menteri, dan kepala lembaga untuk taklimat tertutup pada Selasa (4/3). Selama lebih dari satu jam, suara tegas Prabowo menggema, menyinggung dua isu besar: komitmen memberantas korupsi dengan hukuman berat dan ambisi membangun “sekolah rakyat” demi pendidikan yang merata. Di hadapan para pembantunya, ia tak menyembunyikan kegeraman atas ulah koruptor yang masih mencuri uang rakyat, sembari menawarkan harapan baru bagi anak-anak dari keluarga tak mampu.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto, yang hadir dalam pertemuan tersebut, menceritakan bagaimana Prabowo menekankan pentingnya pendidikan sebagai fondasi masa depan bangsa. “Beliau bilang, ‘Saya akan membangun sekolah rakyat, sekolah unggulan, sampai ke pelosok-pelosok.’ Ini bukan sekadar janji, tapi visi nyata untuk anak-anak yang selama ini terpinggirkan,” ujar Bima usai taklimat, diiringi aroma nasi kebuli yang disajikan dalam sesi buka puasa bersama. Prabowo juga mengungkap rencana mendirikan 70 ribu koperasi desa, yang akan menjadi pusat distribusi sembako dan obat-obatan, mengintegrasikan pendidikan dengan kesejahteraan masyarakat.
Korupsi dan Pendidikan: Dua Sisi Mata Uang Prabowo
Taklimat ini bukan sekadar rapat biasa. Prabowo tampil dengan semangat yang membara, terutama saat membahas korupsi. “Beliau geram sekali. Katanya, ‘Sudah diperingatkan berkali-kali, tapi masih ada yang keterlaluan mencuri uang rakyat.’ Menurutnya, ratusan triliun yang digerogoti koruptor lebih baik dialihkan untuk gizi anak, pendidikan, dan kesehatan,” lanjut Bima. Pesan ini disampaikan dengan nada yang tak meninggalkan ruang tawar—hukuman berat harus menjadi jawaban bagi para pelaku korupsi.
Latar belakang pernyataan ini tak lepas dari realitas yang dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2024 masih berada di angka 34 dari 100, menunjukkan tantangan besar dalam pemberantasan korupsi. Di sisi lain, sektor pendidikan juga menghadapi jurang ketimpangan. Menurut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, sekitar 20 persen anak usia sekolah di daerah terpencil masih kesulitan mengakses pendidikan layak akibat minimnya fasilitas. “Sekolah rakyat” yang digaungkan Prabowo menjadi angin segar, terutama bagi keluarga miskin yang selama ini hanya bisa bermimpi melihat anak-anak mereka belajar di bangku sekolah berkualitas.
Di tengah taklimat, Prabowo juga memamerkan capaian 130 hari pertama Kabinet Merah Putih. Bima menyebut presiden ingin semua program “on track”—terukur dan terarah. Dari program makan bergizi gratis hingga percepatan infrastruktur, ia menegaskan bahwa setiap langkah harus membawa manfaat nyata bagi rakyat. Namun, sorotan utama tetap pada duet visi antikorupsi dan pendidikan, yang bagi Prabowo adalah dua pilar untuk mengangkat martabat bangsa.
Harapan di Tengah Tantangan
Saat matahari terbenam, taklimat diakhiri dengan buka puasa bersama yang sederhana namun penuh makna. Menu nasi kebuli, kambing panggang, dan bakwan Malang menjadi penutup hari yang sarat arahan. Bagi Siti, seorang ibu dari Bekasi yang anaknya kini menikmati program makan bergizi gratis, visi Prabowo membawa secercah harapan. “Kalau sekolah rakyat ini jadi, mungkin anak saya bisa punya masa depan lebih baik. Sekarang saja makan di sekolah sudah gratis, rasanya lega,” katanya saat ditemui di sela kegiatan komunitas.
Namun, tantangan masih menanti. Mengintegrasikan pendidikan dan pemberantasan korupsi dalam skala besar membutuhkan kerja sama lintas sektor yang solid. Publik kini menanti langkah konkret Prabowo—apakah “sekolah rakyat” akan menjadi mercusuar baru pendidikan, dan apakah hukuman berat bagi koruptor benar-benar ditegakkan. Di tengah gemuruh ambisi ini, satu hal jelas: Prabowo tak main-main membawa Indonesia menuju perubahan yang dirasakan hingga ke desa-desa terpencil.